1. Ragam Dan Laras Bahasa
Ragam Bahasa adalah variasi bahasa menurut pemakaian, yang
berbeda-beda
menurut topik yang dibicarakan, menurut hubungan pembicara,
kawan bicara,
orang yang dibicarakan, serta menurut medium pembicara
(Bachman, 1990).
Ragam bahasa yang oleh penuturnya dianggap sebagai ragam
yang baik
(mempunyai prestise tinggi), yang biasa digunakan di
kalangan terdidik, di dalam
karya ilmiah (karangan teknis, perundang-undangan), di dalam
suasana resmi, atau
di dalam surat menyurat resmi (seperti surat dinas) disebut
ragam bahasa baku atau
ragam bahasa resmi.
Menurut Dendy Sugono (1999 : 9), bahwa sehubungan dengan
pemakaian
bahasa Indonesia, timbul dua masalah pokok, yaitu masalah
penggunaan bahasa
baku dan tak baku. Dalam situasi remi, seperti di sekolah,
di kantor, atau di dalam
pertemuan resmi digunakan bahasa baku. Sebaliknya dalam
situasi tak resmi,
seperti di rumah, di taman, di pasar, kita tidak dituntut
menggunakan bahasa baku.
Ditinjau dari media atau sarana yang digunakan untuk
menghasilkan bahasa,
yaitu (1) ragam bahasa lisan, (2) ragam bahasa tulis. Bahasa
yang dihasilkan
melalui alat ucap (organ of speech) dengan fonem sebagai
unsur dasar dinamakan
ragam bahasa lisan, sedangkan bahasa yang dihasilkan dengan
memanfaatkan
tulisan dengan huruf sebagai unsur dasarnya, dinamakan ragam
bahasa tulis. Jadi
dalam ragam bahasa lisan, kita berurusan dengan lafal, dalam
ragam bahasa tulis,
kita berurusan dengan tata cara penulisan (ejaan). Selain
itu aspek tata bahasa dan
kosa kata dalam kedua jenis ragam itu memiliki hubungan yang
erat. Ragam bahasa
tulis yang unsur dasarnya huruf, melambangkan ragam bahasa
lisan. Oleh karena
itu, sering timbul kesan bahwa ragam bahasa lisan dan tulis
itu sama. Padahal,
kedua jenis ragam bahasa itu berkembang menjdi sistem bahasa
yang memiliki
seperangkat kaidah yang tidak identik benar, meskipun ada
pula kesamaannya.
Meskipun ada keberimpitan aspek tata bahasa dan kosa kata,
masing-masing
memiliki seperangkat kaidah yang berbeda satu dari yang
lain. 2
1.1 Ragam Bahasa
Di dalam bahasa Indonesia disamping dikenal kosa kata baku
Indonesia dikenal
pula kosa kata bahasa Indonesia ragam baku, yang alih-alih
disebut sebagai kosa
kata baku bahasa Indonesia baku. Kosa kata baasa Indonesia
ragam baku atau kosa
kata bahasa Indonesia baku adalah kosa kata baku bahasa
Indonesia, yang memiliki
ciri kaidah bahasa Indonesia ragam baku, yang dijadikan
tolok ukur yang
ditetapkan berdasarkan kesepakatan penutur bahasa Indonesia,
bukan otoritas
lembaga atau instansi di dalam menggunakan bahasa Indonesia
ragam baku. Jadi,
kosa kata itu digunakan di dalam ragam baku bukan ragam
santai atau ragam akrab.
Walaupun demikian, tidak tertutup kemungkinan digunakannya
kosa kata ragam
baku di dalam pemakian ragam-ragam yang lain asal tidak
mengganggu makna dan
rasa bahasa ragam yang bersangkutan.
Suatu ragam bahasa, terutama ragam bahasa jurnalistik dan
hukum, tidak
tertutup kemungkinan untuk menggunakan bentuk kosakata ragam
bahasa baku
agar dapat menjadi anutan bagi masyarakat pengguna bahasa
Indonesia. Dalam
pada itu perlu yang perlu diperhatikan ialah kaidah tentang
norma yang berlaku
yang berkaitan dengan latar belakang pembicaraan (situasi
pembicaraan), pelaku
bicara, dan topik pembicaraan (Fishman ed., 1968; Spradley,
1980).
Menurut Felicia (2001 : 8), ragam bahasa dibagi berdasarkan
:
1. Media pengantarnya atau sarananya, yang terdiri atas :
a. Ragam lisan.
b. Ragam tulis.
Ragam lisan adalah
bahasa yang diujarkan oleh pemakai bahasa. Kita dapat
menemukan ragam lisan yang standar, misalnya pada saat orang
berpidato atau
memberi sambutan, dalam situasi perkuliahan, ceramah; dan
ragam lisan yang
nonstandar, misalnya dalam percakapan antarteman, di pasar,
atau dalam
kesempatan nonformal lainnya.
Ragam tulis adalah bahasa yang ditulis atau yang tercetak.
Ragam tulis pun
dapat berupa ragam tulis yang standar maupun nonstandar.
Ragam tulis yang 3
standar kita temukan dalam buku-buku pelajaran, teks,
majalah, surat kabar, poster,
iklan. Kita juga dapat menemukan ragam tulis nonstandar
dalam majalah remaja,
iklan, atau poster.
2. Berdasarkan situasi dan pemakaian
Ragam bahasa baku dapat berupa : (1) ragam bahasa baku tulis
dan (2)
ragam bahasa baku lisan. Dalam penggunaan ragam bahasa baku
tulis makna
kalimat yang diungkapkannya tidak ditunjang oleh situasi
pemakaian, sedangkan
ragam bahasa baku lisan makna kalimat yang diungkapkannya
ditunjang oleh
situasi pemakaian sehingga kemungkinan besar terjadi
pelesapan unsur kalimat.
Oleh karena itu, dalam penggunaan ragam bahasa baku tulis
diperlukan kecermatan
dan ketepatan di dalam pemilihan kata, penerapan kaidah
ejaan, struktur bentuk
kata dan struktur kalimat, serta kelengkapan unsur-unsur
bahasa di dalam struktur
kalimat.
Ragam bahasa baku lisan didukung oleh situasi pemakaian
sehingga
kemungkinan besar terjadi pelesapan kalimat. Namun, hal itu tidak
mengurangi ciri
kebakuannya. Walaupun demikian, ketepatan dalam pilihan kata
dan bentuk kata
serta kelengkapan unsur-unsur di dalam kelengkapan
unsur-unsur di dalam
struktur kalimat tidak menjadi ciri kebakuan dalam ragam
baku lisan karena situasi
dan kondisi pembicaraan menjadi pendukung di dalam memahami
makna gagasan
yang disampaikan secara lisan.
Pembicaraan lisan dalam situasi formal berbeda tuntutan
kaidah
kebakuannya dengan pembicaraan lisan dalam situasi tidak
formal atau santai. Jika
ragam bahasa lisan dituliskan, ragam bahasa itu tidak dapat
disebut sebagai ragam
tulis, tetapi tetap disebut sebagai ragam lisan, hanya saja
diwujudkan dalam bentuk
tulis. Oleh karena itu, bahasa yang dilihat dari
ciri-cirinya tidak menunjukkan
ciri-ciri ragam tulis, walaupun direalisasikan dalam bentuk
tulis, ragam bahasa
serupa itu tidak dapat dikatakan sebagai ragam tulis. Kedua
ragam itu
masing-masing, ragam tulis dan ragam lisan memiliki ciri
kebakuan yang berbeda. 4
Contoh perbedaan ragam bahasa lisan dan ragam bahasa tulis
(berdasarkan
tata bahasa dan kosa kata) :
1. Tata Bahasa
(Bentuk kata, Tata Bahasa, Struktur Kalimat, Kosa Kata)
a. Ragam bahasa lisan :
- Nia sedang baca surat kabar
- Ari mau nulis surat
- Tapi kau tak boleh nolak lamaran itu.
- Mereka tinggal di Menteng.
- Jalan layang itu untuk mengatasi kemacetan lalu lintas.
- Saya akan tanyakan soal itu
b. Ragam bahasa Tulis :
- Nia sedangmembaca surat kabar
- Ari mau menulis surat
- Namun, engkau tidak boleh menolak lamaran itu.
- Mereka bertempat tinggal di Menteng
- Jalan layang itu dibangun untuk mengatasi kemacetan lalu
lintas.
- Akan saya tanyakan soal itu.
2. Kosa kata
Contoh ragam lisan dan tulis berdasarkan kosa kata :
a. Ragam Lisan
- Ariani bilang kalau kita harus belajar
- Kita harus bikin karya tulis
- Rasanya masih terlalu pagi buat saya, Pak
b. Ragam Tulis
- Ariani mengatakan bahwa kita harus belajar
- Kita harus membuat karya tulis.
- Rasanya masih terlalu muda bagi saya, Pak. 5
Istilah lain yang digunakan selain ragam bahasa baku adalah
ragam bahasa standar,
semi standar dan nonstandar.
a. ragam standar,
b. ragam nonstandar,
c. ragam semi standar.
Bahasa ragam standar memiliki sifat kemantapan berupa kaidah
dan aturan
tetap. Akan tetapi, kemantapan itu tidak bersifat kaku.
Ragam standar tetap luwes
sehingga memungkinkan perubahan di bidang kosakata,
peristilahan, serta
mengizinkan perkembangan berbagai jenis laras yang
diperlukan dalam kehidupan
modem (Alwi, 1998: 14).
Pembedaan antara ragam standar, nonstandar, dan semi standar
dilakukan
berdasarkan :
a. topik yang sedang dibahas,
b. hubungan antarpembicara,
c. medium yang digunakan,
d. lingkungan, atau
e. situasi saat pembicaraan terjadi
Ciri yang membedakan antara ragam standar, semi standar dan
nonstandar :
•penggunaan kata sapaan dan kata ganti,
•penggunaan kata tertentu,
•penggunaan imbuhan,
•penggunaan kata sambung (konjungsi), dan
•penggunaan fungsi yang lengkap.
Penggunaan kata sapaan dan kata ganti merupakan ciri pembeda
ragam
standar dan ragam nonstandar yang sangat menonjol. Kepada
orang yang kita
hormati, kita akan cenderung menyapa dengan menggunakan kata
Bapak, Ibu,
Saudara, Anda. Jika kita menyebut diri kita, dalam ragam
standar kita akan
menggunakan kata saya atau aku. Dalam ragam nonstandar, kita
akan
menggunakan kata gue.
Penggunaan kata tertentu merupakan ciri lain yang sangat
menandai
perbedaan ragam standar dan ragam nonstandar. Dalam ragam
standar, digunakan 6
kata-kata yang merupakan bentuk baku atau istilah dan bidang
ilmu tertentu.
Penggunaan imbuhan adalah ciri lain. Dalam ragam standar
kita harus
menggunakan imbuhan secara jelas dan teliti.
Penggunaan kata sambung (konjungsi) dan kata depan
(preposisi)
merupakan ciri pembeda lain. Dalam ragam nonstandar, sering
kali kata sambung
dan kata depan dihilangkan. Kadang kala, kenyataan ini
mengganggu kejelasan
kalimat.
Contoh : (1) Ibu mengatakan, kita akan pergi besok
(1a) Ibu mengatakan bahwa kita akan pergi besok
Pada contoh (1) merupakan ragam semi standar dan diperbaiki
contoh (1a)
yang merupakan ragam standar.
Contoh : (2) Mereka bekerja keras menyelesaikan pekerjaan
itu.
(2a) Mereka bekerja keras untuk menyelesaikan pekerjaan itu.
Kalimat (1) kehilangan kata sambung (bahwa), sedangkan
kalimat (2) kehilangan
kata depan (untuk). Dalam laras jurnalistik kedua kata ini
sering dihilangkan. Hal
ini menunjukkan bahwa laras jurnalistik termasuk ragam semi
standar.
Kelengkapan fungsi
merupakan ciri terakhir yang membedakan ragam
standar dan nonstandar. Artinya, ada bagian dalam kalimat
yang dihilangkan
karena situasi sudah dianggap cukup mendukung pengertian.
Dalam
kalimat-kalimat yang nonstandar itu, predikat kalimat
dihilangkan. Seringkali
pelesapan fungsi terjadi jika kita menjawab pertanyaan
orang. Misalnya, Hai, Ida,
mau ke mana?” “Pulang.” Sering kali juga kita menjawab
“Tau.” untuk
menyatakan ‘tidak tahu’. Sebenarnya, pĂ«mbedaan lain, yang juga
muncul, tetapi
tidak disebutkan di atas adalah Intonasi. Masalahnya,
pembeda intonasi ini hanya
ditemukan dalam ragam lisan dan tidak terwujud dalam ragam
tulis.
1.2 Laras Bahasa
Pada saat digunakan sebagai alat komunikasi, bahasa masuk
dalam berbagai
laras sesuai dengan fungsi pemakaiannya. Jadi, laras bahasa
adalah kesesuaian
antara bahasa dan pemakaiannya. Dalam hal ini kita mengenal
iklan, laras ilmiah,
laras ilmiah populer, laras feature, laras komik, laras
sastra, yang masih dapat 7
dibagi atas laras cerpen, laras puisi, laras novel, dan
sebagainya.
Setiap laras memiliki cirinya sendiri dan memiliki gaya
tersendiri. Setiap
laras dapat disampaikan secara lisan atau tulis dan dalam
bentuk standar, semi
standar, atau nonstandar. Laras bahasa yang akan kita bahas
dalam kesempatan ini
adalah laras ilmiah.
2. Laras llmiah
Dalam uraian di atas dikatakan bahwa setiap laras dapat
disampaikan dalam
ragam standar, semi standar, atau nonstandar. Akan tetapi,
tidak demikian halnya
dengan laras ilmiah. Laras ilmiah harus selalu menggunakan
ragam standar.
Sebuah karya tulis ilmiah merupakan hasil rangkaian gagasan
yang
merupakan hasil pemikiran, fakta, peristiwa, gejala, dan
pendapat. Jadi, seorang
penulis karya ilmiah menyusun kembali pelbagai bahan
informasi menjadi sebuah
karangan yang utuh. Oleh sebab itu, penyusun atau pembuat
karya ilmiah tidak
disebut pengarang melainkan disebut penulis (Soeseno, 1981:
1).
Dalam uraian di atas dibedakan antara pengertian realitas
dan fakta. Seorang
pengarang akan merangkaikan realita kehidupan dalam sebuah
cerita, sedangkan
seorang penulis akan merangkaikan berbagai fakta dalam
sebuah tulisan. Realistis
berarti bahwa peristiwa yang diceritakan merupakan hal yang
benar dan dapat
dengan mudah dibuktikan kebenarannya, tetapi tidak secara
langsung dialami oleh
penulis. Data realistis dapat berasal dan dokumen, surat
keterangan, press release,
surat kabar atau sumber bacaan lain, bahkan suatu peristiwa
faktual. Faktual berarti
bahwa rangkaian peristiwa atau percobaan yang diceritakan
benar-benar dilihat,
dirasakan, dan dialami oleh penulis (Marahimin, 1994: 378).
Karya ilmiah memiliki tujuan dan khalayak sasaran yang
jelas. Meskipun
demikian, dalam karya ilmiah, aspek komunikasi tetap
memegang peranan utama.
Oleh karenanya, berbagai kemungkinan untuk penyampaian yang
komunikatif
tetap harus dipikirkan. Penulisan karya ilmiah bukan hanya
untuk mengekspresikan
pikiran tetapi untuk menyampaikan hasil penelitian. Kita
harus dapat meyakinkan
pembaca akan kebenaran hasil yang kita temukan di lapangan.
Dapat pula, kita
menumbangkan sebuah teori berdasarkan hasil penelitian kita.
Jadi, sebuah karya 8
ilmiah tetap harus dapat secara jelas menyampaikan pesan
kepada pembacanya.
Persyaratan bagi sebuah tulisan untuk dianggap sebagai karya
ilmiah adalah
sebagai berikut (Brotowidjojo, 1988: 15-16).
1. Karya ilmiah menyajikan fakta objektif secara sistematis
atau
menyajikan aplikasi hukum alam pada situasi spesifik.
2. Karya ilmiah ditulis secara cermat, tepat, benar, jujur,
dan tidak
bersifat terkaan. Dalam pengertian jujur terkandung sikap
etik
penulisan ilmiah, yakni penyebutan rujukan dan kutipan yang
jelas.
3. Karya ilmiah disusun secara sistematis, setiap langkah
direncanakan
secara terkendali, konseptual, dan prosedural.
4. Karya ilmiah menyajikan rangkaian sebab-akibat dengan
pemahaman dan alasan yang indusif yang mendorong pembaca
untuk menarik kesimpulan.
5. Karya ilmiah mengandung pandangan yang disertai dukungan
dan
pembuktian berdasarkan suatu hipotesis.
6. Karya ilmiah ditulis secara tulus. Hal itu berarti bahwa
karya ilmiah
hanya mengandung kebenaran faktual sehingga tidak akan
memancing pertanyaan yang bernada keraguan. Penulis karya
ilmiah tidak boleh memanipulasi fakta, tidak bersifat
ambisius dan
berprasangka. Penyajiannya tidak boleh bersifat emotif.
7. Karya ilmiah pada dasarnya bersifat ekspositoris. Jika
pada
akhirnya timbul kesan argumentatif dan persuasif, hal itu
ditimbulkan oleh penyusunan kerangka karangan yang cermat.
Dengan demikian, fakta dan hukum alam yang diterapkan pada
situasi spesifik itu dibiarkan berbicara sendiri. Pembaca
dibiarkan
mengambil kesimpulan sendiri berupa pembenaran dan keyakinan
akan kebenaran karya ilmiah tersebut. 9
Berdasarkan uraian di atas, dari segi bahasa, dapat
dikatakan bahwa karya
ilmiah memiliki tiga ciri, yaitu :
a. Harus tepat dan tunggal makna, tidak remang nalar atau
mendua makna
b. Harus secara tepat mendefinisikan setiap istilah, sifat,
dan pengertian yang
digunakan, agar tidak menimbulkan kerancuan atau keraguan
c. Harus singkat, berlandaskan ekonomi bahasa.
Disamping persyaratan tersebut di atas, untuk dapat
dipublikasikan sebagai
karya ilmiah ada ketentuan struktur atau format karangan
yang kurang lebih
bersifat baku. Ketentuan itu merupakan kesepakatan
sebagaimana tertuang dalam
International Standardization Organization (ISO). Publikasi
yang tidak
mengindahkan ketentuan-ketentuan yang tercantum dalam ISO
memberikan kesan
bahwa publikasi itu kurang valid sebagai terbitan ilmiah
(Soehardjan, 1997 : 10).
Struktur karya ilmiah (Soehardjan, 1997 : 38) terdiri atas
judul, nama penulis,
abstrak, pendahuluan, bahan dan metode, hasil dan
pembahasan, kesimpulan,
ucapan terima kasih dan daftar pustaka. ISO 5966 (1982)
menetapkan agar karya
ilmiah terdiri atas judul, nama penulis, abstrak, kata
kunci, pendahuluan, inti tulisan
(teori metode, hasil, dan pembahasan), simpulan, dan usulan,
ucapan terima kasih,
dan daftar pustaka (Soehardjan, 1997 : 38).
3. Ragam Bahasa Keilmuan
Menurut Sunaryo, (1994 : 1), bahwa dalam berkomunikasi,
perlu
diperhatikan kaidah-kaidah berbahasa, baik yang berkaitan
kebenaran kaidah
pemakaian bahasa sesuai dengan konteks situasi, kondisi, dan
sosio budayanya.
Pada saat kita berbahasa, baik lisan maupun tulis, kita
selalu memperhatikan
faktor-faktor yang menentukan bentuk-bentuk bahasa yang kita
gunakan. Pada saat
menulis, misalnya kita selalu memperhatikan siapa pembaca
tulisan kita , apa yang
kita tulis, apa tujuan tulisan itu, dan di media apa kita
menulis. Hal yang perlu
mendapat perhatian tersebut merupakan faktor penentu dalam
berkomunikasi.
Faktor-faktor penentu berkomunikasi meliputi : partisipan,
topik, latar, tujuan, dan
saluran (lisan atau tulis). 10
Partisipan tutur ini berupa PI yaitu pembicara/penulis dan
P2 yaitu pembaca
atau pendengar tutur. Agar pesan yang disampaikan dapat
terkomunikasikan
dengan baik, maka pembicara atau penulis perlu (a)
mengetahui latar belakang
pembaca/pendengar, dan (b) memperhatikan hubungan antara
pembicara/penulis
dengan pendengar/pembaca. Hal itu perlu diketahui agar
pilihan bentuk bahasa
yang digunakan tepat , disamping agar pesannya dapat
tersampaikan, agar tidak
menyinggung perasaan, menyepelekan, merendahkan dan
sejenisnya.
Topik tutur berkenaan dengan masalah apa yang disampaikan
penutur ke
penanggap penutur. Penyampaian topik tutur dapat dilakukukan
secara : (a) naratif
(peristiwa, perbuatan, cerita), (b) deskriptif (hal-hal
faktual : keadaan, tempat
barang, dsb.), (c). ekspositoris, (d) argumentatif dan
persuasif.
Ragam bahasa keilmuan mempunyai ciri :
(1) cendekia : bahasa Indonesia keilmuan itu mampu digunakan
untuk
mengungkapkan hasil berpikir logis secara tepat.
(2) lugas dan jelas : bahasa Indonesia keilmuan digunakan
untuk
menyampaikan gagasan ilmiah secara jelas dan tepat.
(3) gagasan sebagai pangkal tolak : bahasa Indonesia
keilmuan digunakan
dengan orientasi gagasan. Hal itu berarti penonjolan
diarahkan pada
gagasan atau hal-hal yang diungkapkan, tidak pada penulis.
(4) Formal dan objektif : komunikasi Ilmiah melalui teks
ilmiah merupakan
komunikasi formal. Hal ini berarti bahwa unsur-unsur bahasa
Indonesia
yang digunakan dalam bahasa Indonesia keilmuan adalah
unsur-unsur
bahasa yang berlaku dalam situasi formal atau resmi. Pada
lapis kosa kata
dapat ditemukan kata-kata yang berciri formal dan kata-kata
yang berciri
informal (Syafi’ie, 1992:8-9). 11
Contoh :
Kata berciri formal Kata berciri informal
Korps korp
Berkata bilang
Karena lantaran
Suku cadang onderdil
4. Laras Ilmiah Populer
Laras ilmiah populer merupakan sebuah tulisan yang bersifat
ilmiah, tetapi
diungkapkan dengan cara penuturan yang mudah dimengerti.
Karya ilmiah populer
tidak selalu merupakan hasil penelitian ilmiah. Tulisan itu
dapat berupa petunjuk
teknis, pengalaman dan pengamatan biasa yang diuraikan
dengan metode ilmiah.
Jika karya ilmiah harus selalu disajikan dalam ragam bahasa
yang standar, karya
ilmiah populer dapat disajikan dalam ragam standar, semi
standar dan nonstandar.
Penyusun karya ilmiah populer akan tetap disebut penulis dan
bukan pengarang,
karena proses penyusunan karya ilmiah populer sama dengan
proses penyusunan
karya ilmiah. Pembedaan terjadi hanya dalam cara
penyajiannya.
Seperti diuraikan di atas, persyaratan yang berlaku bagi
sebuah karya ilmiah
berlaku pula bagi karya ilmiah populer. Akan tetapi, dalam
karya ilmiah populer
terdapat pula persoalan lain, seperti kritik terhadap
pemerintah, analisis atas suatu
peristiwa yang sedang populer di tengah masyarakat, jalan
keluar bagi persoalan
yang sedang dihadapi masyarakat, atau sekedar informasi baru
yang ingin
disampaikan kepada masyarakat.
Jika karya ilmiah memiliki struktur yang baku, tidak
demikian halnya dengan
karya ilmiah populer. Oleh karena itu, karya ilmiah populer
biasanya disajikan
melalui media surat kabar dan majalah, biasanya, format
penyajiannya mengikuti
format yang berlaku dalam laras jurnalistik. Pemilihan topik
dan perumusan tema
harus dilakukan dengan cermat. Tema itu kemudian dikerjakan
dengan jenis
karangan tertentu, misalnya narasi, eksposisi, argumentasi,
atau deskripsi. Secara
lebih rinci lagi, penulis dapat mengembangkan gagasannya
dalam berbagai bentuk
pengembangan paragraf seperti pola pemecahan masalah, pola
kronologis, pola
perbandingan, atau pola sudut pandang.
(ocw.gunadarma.ac.id)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar